Wednesday, January 25, 2017

Keluar Dari Zona Nyaman

Setiap ditanya, "Dulu cita-citanya apa?" Saya selalu panjang menjawabnya. Ya, karena saya bukan termasuk orang yang punya satu cita-cita dari kecil hingga dewasa. Selalu berubah-ubah. Saat SD, saya ingat saya bilang ke ibu saya ingin menjadi guru. Lalu respon ibu saya adalah, "jangan jadi guru! Gajinya kecil." Err......  Sungguh memotivasi ya..... Hahaha. Saya sempet sedih karena pada saat itu guru-guru SD saya sungguh keren sehingga mereka sangat menginspirasi bagi saya untuk menjadi guru. Tapi okelah, kita cari cita-cita lain. Eh tapi beberapa bulan setelahnya, ibu ikut seminar yang intinya jangan membatasi cita-cita seorang anak karena itu bisa menghilangkan kreativitasnya... Terus ibu bilang ke saya, "boleh deh jadi guru." Dan respon saya, "Basii udah ga pengen jadi guru." Wakakaka maklumi ya namanya juga masih SD. Labil. Haha.

Nah, ketika SMA saya ingin jadi dokter gigi karena saat itu lagi ngetren-ngetrennya behel. Hahaha. Mikirnya, "kayaknya enak nih jadi dokter gigi, kerjanya cuma nguatin karet behel dan nyuruh kumur-kumur doang, ga sampe satu jam, dapet 150rb." Wakakakk. Tapi berhubung nilai kimia dan matematika saya jelek, saya gagal masuk IPA :( akhirnya karena masuk IPS, cita-cita saya berubah lagi dong. Kali itu saya bercita-cita untuk masuk Komunikasi UI karena katanya yang masuk situ pinter, cantik, dan gaul. Sungguh motivasi yang remah-remah hahahaha. Dan karena pengen masuk jurusan komunikasi, cita-cita saya adalah kerja di majalah fashion. Kebetulan, saat itu lagi booming majalah Gogirl. Seeett, dipikir-pikir cita-cita saya kenapa selalu ngikutin trend ya wakakakakk. Namun sayang sekali pemirsa, saya gagal masuk komunikasi UI... Mungkin karena niatnya kurang kuat (yaiyalah, cuma biar dianggep pinter, cantik, dan gaul HAHAHA)

Ketika kuliah, saya bertekad untuk untuk bekerja di tempat yang memberikan kesempatan untuk dapat bekerja di luar negeri. Nah cita-cita ini akhirnya menjadi cita-cita FINAL saya. Tidak ada perubahan lagi. Harus tercapai. Ga harus selamanya kerja di luar negeri, tapi pokoknya saya mau saya ada pengalaman bekerja di luar negeri. Dan alhamdulillah, cita-cita saya tercapai :)

Di Kementerian Perdagangan, kesempatan bekerja di luar negeri bisa didapat dari tiga jalur, yaitu  menjadi Wakil ITPC, Kepala ITPC dan Atase Perdagangan. Bagi yang gatau, ITPC (Indonesian Trade Promotion Center) adalah badan bentukan Kementerian Perdagangan yang berfungsi sebagai market intelligence untuk produk-produk Indonesia. ITPC tersebar di banyak kota-kota bisnis. Kalo Atase Perdagangan itu fungsinya sebagai penasihat Kedubes RI di bidang perdagangan dan kerjanya gabung di KBRI. Dan tentu saja, hampir setiap negara pasti punya KBRI.

Nah, summer break ini saya manfaatkan untuk magang di ITPC Sydney, karena kota bisnis Australia adalah Sydney, bukan Melbourne. Harapannya, saya bisa mendapatkan gambaran apa saja sih yang dilakukan ITPC dan bagaimana cara mereka berusaha meningkatkan ekspor, sehingga ilmunya bisa bermanfaat bagi saya di proses seleksi Wakil/Ketua ITPC hehehe.

Proses dalam memutuskan untuk magang di ITPC ini membutuhkan waktu yang cukup lama dan konsultasi dengan banyak orang (typical Annisa, penuh kontemplasi lol). Pertama, pilihannya antara menghabiskan 2 bulan di Jakarta atau Sydney. Kedua, saya tidak digaji banyak. Sehingga saya harus membobol tabungan. Ketiga, dan ini yang paling buat galau, saya tidak punya teman di Sydney sama sekali. Untuk orang extrovert seperti saya, ini menyeramkan sekali :"(

Tapi akhirnya saya memutuskan untuk nekat saja. Karena, untuk maju itu kita memang harus keluar dari zona nyaman dan berani mengambil risiko. Toh, apasih kemungkinan terburuknya? Paling hanya saya mengurus karena harus mengirit atau merasa sedikit kesepian karena tidak ada teman mengobrol.

Dan memang betul kalau ternyata ketakutan-ketakutan itu biasanya hanya terjadi di pikiran-pikiran kita saja. Nyatanya, saya menggendut dan saya menemukan teman-teman baru! Jadi, pesan moralnya (padahal ceritanya belum selesai) adalah jangan pernah takut kalau belum pernah mencoba. Jangan membuat skenario-skenario buruk atau meramal apa yang akan terjadi karena kamu bukan penulis naskah sinetron juga bukan peramal. Tuhan Maha Tau akan semua usaha kamu. Do the best, let God do the rest :)

Jadi gimana rasanya kerja di luar negeri? Seruuuu. Bagian paling seru bagi saya adalah bagaimana saya harus mengatur waktu setiap paginya untuk berangkat kerja agar tidak ketinggalan bis. Karena miss satu detik saja, saya harus menunggu 10 menit untuk bis berikutnya dan alhasil telat masuk kerja. Saya sering lari-lari dari rumah ke bus stop sambil berdoa semoga bisnya telat :)) Pernah yang paling ngeselin, saya sudah setengah jalan dan baru ingat kartunya ketinggalan... Akhirnya saya lari balik ke apartemen, ambil kartu, lari lagi ke bus stop dan ketika sudah tinggal 10 langkah lagi dari bus stop, bis-nya jalan. Saya cuma bisa menatap nanar kepergian bis..... HUHU. Frase yang sering disebutin orang-orang adalah "Kita nungguin bis, tapi bis ga akan nungguin kita". Hiks. Sampai bis juga seru ngeliatin bule-bule mau berangkat kerja. Cantik-cantik dan ganteng-ganteng banget huhuhu. Persis kayak di film-film. Super stylish and chicthe women with their work dresses and heels and the men with their suits

Dan pemandangan dari bus stop ke kantor juga menyenangkan. Sebenarnya, Sydney mirip dengan Jakarta. Jalanannya padat dengan kendaraan dan sekelilingnya gedung-gedung tinggi. Bedanya, orang-orang yang lalu lalang lebih kece, lingkungannya lebih bersih, jalanannya lebih rapih dan tertib  (ga ada jajanan kaki lima dan ga ada kendaraan yang nerobos lampu merah atau naik trotoar!!!). Tapi kebetulan di daerah kantor saya, masih banyak juga gedung-gedung lama ala-ala Eropa; indah banget :) Disini juga banyak coffee shop di pinggir jalan, jadi bule-bule kece lagi ngopi udah kayak pemandangan sehari-hari. Adem deh pagi-pagi~

Mengenai pekerjaan di ITPC, ternyata seru juga. Bertemu dengan pengusaha Australia dan Indonesia, mengumpulkan data ekspor-impor, membaca laporan tahunan berbagai industri, membuat laporan bulanan, mengundang pengusaha-pengusaha Indonesia untuk berpartisipasi dalam sebuah pameran, dan lain-lain. Semuanya menambah ilmu dan membuka wawasan. Semoga pengalaman ini bermanfaat untuk masa depan :)

38 hari kemarin di Sydney membekas banget. Saat ini sih masih inget betul apa yang terjadi di setiap sudut yang sering dilaluin. Saya bersyukur saya berani keluar dari zona nyaman saya. Saya bersyukur saya tidak mendengar ketakutan-ketakutan yang ada di pikiran saya.

Doakan ya agar bisa menjadi Wakil/Kepala ITPC di masa depan. Cita-cita saya sih pengennya di Amerika, biar bisa ketemu Taylor Swift :p (teteuup)



Thank you, Sydney. You were wonderful and beyond my expectation. I miss you already.


Tuesday, January 10, 2017

One Year and Forevermore.

Pertemuan dengan Mas Faiz bisa dibilang sebuah kejadian yang tidak diduga akan terjadi.

April 2015.


“Stop me on the corner
I swear you hit me like a vision
I, I, I wasn't expecting
But who am I to tell fate where it's supposed to go with it?”

Ia berdiri di ujung pintu masuk direktorat saya, depan kubikel senior saya. Saya tertegun melihat Mas Faiz untuk pertama kalinya. Buset, ganteng banget coy…. Hahaha. Sayang, senior saya bilang Mas Faiz sudah punya pacar dan saya pun dengan bercanda bilang, “yaiyalah pasti udah punya pacar, orang ganteng. Tapi kalau udah putus kabarin aku ya, Mas!” Sumpah itu bener-bener ga serius dan saat itu saya pun sedang dekat dengan seorang pria lain.

Mei 2015.

Saat sedang tidur-tiduran, tiba-tiba senior saya chat saya.

“Nis, gue lagi sama Faiz nih.”
“Oh ya? Salam yaaa waakaka.”
“Udah gue salamin. Diajak makan malem sama Faiz nih. Mau gak?”
 “Hah? Ya maulah! Wkwk.”

Ternyata, saat di awal saya bertanya Mas Faiz udah punya pacar belum dan senior saya menjawab sudah, sebenarnya Mas Faiz sudah putus sama pacarnya. Dasar sotoy ya senior saya. Tapi untung dia nawarin mau kenalan sama saya atau engga ke Mas Faiz! Hahaha.

Juni 2015.

Setelah tiga minggu dekat, Mas Faiz ‘menembak’ saya di Taman Kodok, Menteng sehabis makan nasi goreng terenak se-Jakarta versi saya. Sebelum mengiyakan, saya bilang ke Mas Faiz kalau tahun depan, tepatnya Februari 2016, saya akan kuliah di Melbourne selama 1.5 tahun; apakah mau LDR? Dan Mas Faiz bilang, mau dan ia bertekad untuk menyusul saya di bulan Juli 2016.

Saat saya ceritakan kalau Mas Faiz mau menyusul ke Melbourne untuk kuliah, Ibu saya berkata bahwa ia ingin saya dan Mas Faiz menikah sebelum saya berangkat kuliah karena beliau takut terjadi hal yang tidak diinginkan. Saya sebenarnya kurang sependapat karena saya belum kepikiran nikah dalam waktu dekat dan rasanya tidak mungkin terjadi hal yang tidak diinginkan -_-  Tapi berhubung saya sangat sayang dengan Ibu saya, saya bertekad untuk menceritakan hal tersebut setelah satu bulan pacaran. Yakaliii deh baru seminggu pacaran udah ditodong nikah wakakakak.

Tapi ternyata, tiga minggu setelah pacaran, Mas Faiz bilang, “Po, aku mau serius ya sama kamu. Aku mau nikah sama kamu.” Dalam hati saya, “WAH MOMEN YANG TEPAT NIH UNTUK BILANG TENTANG KEINGINAN IBU!” Hahaha. Saya ceritakan pelan-pelan mengenai keinginan Ibu, pakai prolog yang panjang. Bok masalahnya minta dinikahin… Takutnya doi ga siap. Tapi ternyata respon Mas Faiz sesimpel, “oh yaudah oke. Kamu berangkat Februari. Desember kali ya?” OH YAUDAH OKE? DESEMBER?? NIH COWOK GILA YA?!? DESEMBER TUH KURANG DARI ENAM BULAN LAGI LHO. Nah lho, ternyata justru saya yang ga siap hahahahaha.

November 2015.

Setelah percakapan tersebut, semua prosesnya terasa begitu cepat. Mas Faiz menghadap ayah saya dan menyatakan keseriusannya. Kemudian terjadilah pertemuan keluarga, dan lamaran di bulan November. Dan yak…. SIRNA SUDAH BAYANGAN DILAMAR SECARA SURPRISE DAN ROMANTIS :(

Oh ya, saya tidak mem-publish foto-foto lamaran saya di social media manapun karena, orang pasti heboh dan banyak tanya, “lo kan baru pacaran lima bulan kok buru-buru banget??” Hadeeh males banget jawabnya. Orang Indo kan gitu. Banyak tanya, banyak protes, kayak bakal mereka ajee yang biayain nikahan ane. Wkwk. Lagian, sejarah sudah membuktikan bahwa kualitas hubungan tidak ditentukan oleh durasi/periode pacaran! Camkan itu ya masyarakat Indonesia!!

Dipikir-pikir, hanya dengan pdkt tiga minggu dan pacaran tiga minggu saya dan ia secara tidak langsung sudah sama-sama sepakat untuk menikah. Seorang teman pernah bertanya apa saya benar-benar sudah yakin dengannya sehingga berani memutuskan untuk serius dengannya. Saya pun tersenyum dan balik bertanya, “Sebenarnya siapa sih yang bisa menjamin seseorang itu baik untuk kita, kalau bukan kita yang mempercayainya? Siapa yang bisa meyakinkan diri sendiri, kalau bukan… kita?”

Hanya dengan Mas Faiz saya tidak pernah terbersit sedikitpun ragu. Saya sangat percaya dan yakin bahwa Mas Faiz akan menjadi imam yang baik bagi saya. Mengapa? 

Karena Mas Faiz hampir memiliki semua kriteria semua idaman saya. Dari yang tidak penting, seperti: tidak boleh menulis aku dengan aq atau pakai koma-koma seperti ini,, (pokoknya harus sesuai EYD!), tidak boleh pake cincin akik, harus stylish, tidak bawel di sosmed, dll — sampai yang penting seperti: seiman, tidak punya sahabat cewek, tidak genit, sayang keluarga, pekerja keras, tidak suka nongkrong-nongkrong sampai malam, tidak suka ngomong kasar, dan masih banyak lainnya. Sayang, ada satu kriteria penting yang tidak dipenuhi Mas Faiz, yaitu merokok hufff (semoga segera berhenti Ya Allah!! AAMIINN).

Sebagian teman juga bertanya, “Emang Mas Faiz udah mapan?” Jika saya ditanya ini, saya jadi flashback ke sebuah momen dimana saya bertanya persis seperti teman saya kepada seorang senior saya. Dan jawaban dia, “Nis, kalo nikah nunggu cari yang mapan, nanti ga nikah-nikah. Justru menikah itu serunya bersama-sama membangun kemapanan.” Saya pikir, betul juga ya. Buktinya, ayah saya yang dari tidak punya apa-apa sekarang bisa memberikan segalanya untuk ibu saya, saya, dan adik saya. Menurut saya, Mas Faiz sudah punya modal yang cukup, yaitu pekerjaan yang menjanjikan di masa depan dan sifat pekerja keras.

Pada intinya, saya merasa yakin dengan Mas Faiz karena semuanya sudah sesuai dari semua sisi, yaitu prinsip, visi-misi, sifat, kepribadian, kebiasaan, gaya hidup, dan yang paling penting RESTU ORANG TUA. Jadi kalau Mas Faiz sendiri sudah siap, saya merasa tidak ada alasan untuk menunda pernikahan.

November 2015 - Januari 2016.

Setelah lamaran, saatnya mempersiapkan pernikahan. Banyak orang bilang proses mempersiapkan pernikahan sangat ribet dan membuat stress. Saya tidak sama sekali karena…… Semuanya saya serahkan dan percayakan ke Ibu saya hahaha! Waktu yang mepet, kerjaan yang banyak, ditambah saya juga harus mempersiapkan dokumen-dokumen kuliah, membuat saya tidak mau berpusing-pusing demi prosesi nikahan yang hanya tiga hari. 

Tidak ada tuh foto background biru buat buku nikah (yang orang-orang suka pamerin di Instagram) bareng Mas Faiz. Anehnya lagi, saya yang hobi foto, memutuskan untuk tidak foto prewed. Mas Faiz dengan senang hati sangat setuju akan hal tersebut. Hahaha. Saya merasa foto prewed itu sungguh artificial dan tidak merefleksikan hubungan saya dan Mas Faiz yang sebenarnya. Dan kalaupun akhirnya harus foto prewed saya ingin konsepnya tidak mainstream… Tapi ya balik lagi, ga ada waktu buat mikirin begituan. Saya akhirnya memakai foto lamaran yang kemudian dipigura besar dan mencetak foto-foto saya dengan Mas Faiz seperti polaroid dan menulis di foto tersebut mengenai cerita dibalik foto itu.

Saat akad dan resepsi, saya juga ga ada foto-foto yang suka muncul di Instagram kayak foto saya sama para bridesmaids seakan-akan mereka bantuin saya mempersiapkan baju dan dan dandan atau foto saya melihat jendela kamar sebelum akad dimulai wakakak. Semua dikarenakan saya telat bangun dan berhubung ayah saya tidak ingin acara berjalan terlambat, saat itu segalanya jadi rusuh dan terburu-buru. Hiks berat.

Bahkan, saya tidak publish di instagram dan path foto nikahan saya. Kali ini alasannya karena mau nunggu foto yang bagus. Pas udah dapet fotonya yang bagus, bingung caption-nya apa. Soalnya maunya yang super duper menggambarkan bahwa saya sangat bersyukur mendapatkan Mas Faiz. Tapi ga sempet mikir, keburu udah kuliah. Pas mau upload, rasanya kok basi banget ya, momennya udah lewat jauh. HADEEH kebiasaan Annisa memang begitu. Wakakakakk.

Jadi intinya, lamaran dan pernikahan saya sangat tidak instagramable. LOL. Padahal dulu pengen nikahan yang ala-ala tumblr, pinterest, instagram. Pengen nikahan yang fotonya terlihat fairytale. Tapi takdir berkata lain. Ah sudahlah... Yang penting menikah dengan Mas Faiz sudah lebih dari fairytale bagi saya :) Eh tapi walaupun nikahannya ga instagramable, pernikahan saya memorable lho.
  • Waktu masuk ke ruang akad, MC bilang “Ya Ananda Nisa silahkan salam dengan suaminya.” Dan saya spontan salam sama Mas Faiz kayak salam sama kolega alias jabat tangan……… Bukannya salam yang cium tangan….. Mas Faiznya juga ga ngarahin malah ikutan jabat tangan dengan tegas wakakakaka!! Ibu dan adik saya katanya langsung liat-liatan dan ngomong “kenapa sih kakak??” Hahahaha.
  • Sumpah ya kami berdiri diatas panggung selama kurang lebih 2.5 jam tapi benar-benar ga kerasa…. Tapi setiap setengah jam sekali Mas Faiz selalu ngomong, “hilal belum terlihat Pooo.” Maksudnya, belum ada tanda-tanda antrian habis hahahaha.

10 Januari 2016 - sekarang.

Saya benar-benar tidak menyangka kehidupan saya akan berjalan seperti ini. Setelah mengalami drama percintaan yang menguras jiwa dan raga selama kurang lebih tiga tahun, setelah berpetualang mencari cinta selama satu tahun dan lelah karena kerap kali gagal, setelah berbagai keraguan akan mendapatkan cinta sejati sebelum usia 25 tahun, setelah berbagai doa yang detil, setelah keputusan untuk mungkin harus beristirahat dan menikmati masa jomblo... I found and had Mas Faiz effortlessly

"I thought love wasn't meant to last,
I thought you were just passing through
If I ever get the nerve to ask
What did I get right to deserve somebody like you?
I wasn't expecting that."

Jadi, bagaimana rasanya kehidupan setelah menikah? Sejujurnya, saya baru satu bulan tinggal bareng dengan Mas Faiz setelah itu Mas Faiz saya tinggal ke Melbourne hiks kasian. Tapi so far, extremely tremendously good. Saya sangat bersyukur memiliki Mas Faiz yang selalu mendukung saya dalam mengejar cita-cita saya. Salah satu bentuknya adalah rela ditinggal istri selama kurang lebih 1.5 tahun.

Oh ya. Mas Faiz tidak jadi menyusul kuliah di Melbourne di bulan Juni 2016 karena…. That’s life. No but seriously, memang karena hidup itu penuh dengan membuat rencana, mencoba rencana tersebut, gagal, membuat rencana kembali, dan begitu seterusnya. Saya pernah bertanya, “Po, kalau misal aku ga kuliah, apa akan tetap menikah sama aku secepat ini?” Dan jawabannya adalah, “tentu saja.” Hahaha gatau sih beneran kayak gitu apa engga :p

Saya juga pernah meminta maaf kepada Mas Faiz, “Po.. Kadang aku merasa egois. Maaf ya Po aku ninggalin kamu.” Dan Mas Faiz berkata, “Ga kok. Aku ikhlas. Kan demi masa depan kita yang lebih baik.” Saya lega mendengarnya dan sejak saat itu tidak pernah lagi mendengar apa kata orang :)

Sudah genap 1 tahun kami menikah dan sejauh ini yang saya rasakan adalah kebahagiaan dan rasa syukur. Saya berharap pernikahan kami selalu dirahmati oleh Allah SWT dan dijauhi dari segala marabahaya. Saya berdoa agar saya dan Mas Faiz selalu sehat dan bisa menikmati masa tua bersama. Aamiiin Ya Rabbal Alamin...

Oh. Saya juga berharap Mas Faiz bisa lebih romantis sedikit. Hahahaha.



I love you, Po. Always have. Always will.